Prodi

VILLAGE BRANDING KEDUNG GRENJENG Oleh: Moh Sugihariyadi

VILLAGE BRANDING KEDUNG GRENJENG*
Oleh: Moh Sugihariyadi
*

Terhitung sudah satu bulan lebih warga rembang dihebohkan dengan pemberitaan air terjun kedung grenjeng. Menurut para pihak peduli lingkung mengatakan bahwa air terjun ini sangat bagus dan potensial di jadikan lokasi wisata. Warga dekat kedung grenjeng mengatakan dalam sebulan ini lokasi air terjun yang selama ini sepi berubah total bak pasar tiban. Tiap hari orang-orang dari luar desa jukung pada berdatangan.

Motivasi sekedar rasa ingin tahu, memenuhi hasrat penasaran, dan perasaan bermaksud menikmati keeksotisan air terjun mendorong mereka berduyun-duyun datang ke lokasi. Selain itu, ternyata untuk menikmati panorama indah alami ini. Pengunjung tidak di tarik biaya alias gratis dan  warga terwakili oleh Komunitas Pecinta Kedung Grenjeng (Kopi Kereng) berusaha menjamin keamanan kendaraan para pengunjung. Sungguh gambaran perilaku hidup alamiah yang patut diapresiasi. Inilah cara-cara alamiah yang menjadikan daya tarik keberadaan air terjun grenjeng tidak hanya menarik warga Rembang, namun warga luar kota seperti daerah Pati, Blora, Tuban, dan Bojonegoro pada berdatangan.
 

KEBERADAAN AIR TERJUN

Bagi warga setempat keberadaan air terjun kedung grenjeng merupakan sesuatu yang biasa. Air terjun kedung grenjeng selama ini banyak dipergunakan untuk mengairi persawahan pertanian penduduk setempat. Warga setempat banyak mempergunakan fasilitas air kedung grenjeng, dikarenakan tempat ini memang merupakan sumber air satu-satunya untuk keperluan mengairi persawahan. Keberadaan kedung grenjeng menurut warga setempat sangat membantu kegiatan bertani mereka. Pemanfaat terbesar dari air setempat utamanya petani asal Dukuh Coban Desa Jukung.

Sisi menarik sepanjang perjalanan menuju arah lokasi kedung grenjeng para pengunjung selain menikmati pesona air terjun. Pengunjung akan dimanjakan dengan kesempatan menikmati aneka macam tumbuh-tumbuhan yang belum tentu mudah didapati didaratan biasa. Pengunjung pula akan melihat aneka macam jenis batu kapur, wahana pertanian membentang luas, budaya kebersamaan warga yang masih kuat dan makam salah seorang ulama’ kharismatik yakni Mbah Kyai Mranggi. Dari sinilah sesungguhnya sisi menarik keberadaan kedung grenjeng, pantas dijadikan role model menuju desa wisata.

KREATIFITAS PENGEMBANGAN

Keberadaan air kedung grenjeng memang menarik. Namun apabila hal ini tidak di kelola secara terencana memungkinkan hanya akan  menjadi sesuatu yang percuma. Menyadari kemungkinan terjadinya kesiasiaan titipan Ilahi inilah, para pemuda mendorong kepada pihak pemerintah desa memfasilitasi terbentuknya Komunitas Pecinta Kedung Grenjeng (Kopi Kereng). Alhasil tawaran para pemuda disambut baik pihak pemerintah desa. Selanjutnya pihak pemerintah desa memberi kebebasan penuh kepada pihak Kopi Kereng melakukan langkah-langkah kreatif pengembangan air terjun kedung grenjeng menjadi desa wisata.

Mengingat Kopi Kereng berisikan orang-orang pilihan, langkah kerja pertama yakni menentukan village branding atau merek desa. Istilah village branding, lebih tepatya Village Branding Kedung Grenjeng pastinya bukan dalam rangka maksud hati mengganti nama desa Jukung, apalagi terpikir melakukan kudeta. Pastinya tidak, karena ini bukanlah mental Kopi Kereng. Penyebutan village branding kedung grenjeng semata-mata untuk mempermudah proses pengembangan secepatnya desa Jukung agar selalu diberikan kemudahan mewujudkan menjadi desa wisata.

Menindaklanjuti amanah besar dari para stakeholders Desa Jukung. Kopi Kereng dalam rangka mengawal skema pengembangan village branding kedung grenjeng menggunakan tiga model pendekatan. Pertama, pendekatan silaturahim. Hal ini sengaja penulis enduskan mengingat potensi ini mampu terpublikasi secara apik berkat semangat silaturahim antar warga. Warga Desa Jukung yang terbagi dalam tiga dukuh (Coban, Sumurboto, dan Jukung) dengan kapasitas pengetahuan seadanya mencoba melakukan publikasi sekenanya. Menarik lagi semangat penuh kekompakan ini dilakukan baik kalangan sepuh maupun kalangan muda. Kenyataan ini dapat kita saksikan pada struktur pengelolaan kedung grenjeng, terisi mulai unsur muda, profesional, tokoh agama, dan tokoh masyarakat yang terwakili dari semua perwakilan dukuh sedesa jukung. Sungguh manifestasi makna nilai-nilai silaturahim yang sangat luar biasa selayaknya patut ditauladani.

Gayung bersambut, semangat pantang menyerah kalangan sepuh bertolak dari pengalamannya sebagai petani. Bergotong royong membersihkan semua jalan menuju tempat lokasi. Gambaran laku positif ini sehari-hari dengan mudah kita saksikan sewaktu ada maksud pengen berkunjung ke lokasi kedung grenjeng, dengan memakai rute arah mantingan menuju coban (lokasi air terjun berada).

Kalangan muda yang notabene sudah melek teknologi mencoba memanfaatkan publikasi melalui jejaring sosial semacam facebook, BBM, twitter dan lain-lain. Tidak berhenti sampai situ saja, karena di dalam kepengurusan melibatkan unsur professional. Pastinya ada upaya-apaya, agar pihak-pihak terkait semacam Perhutani, Dinas Pariwisata, Dinas Kehutanan, dan Bagian Pertanahan dapat berkontribusi dalam pengembangan selanjutnya. Berkat semangat silaturahim ini, beberapa pihak tersebut pada tertarik untuk menawarkan rencana adanya pengembangan pembangunan proyek guna melestarikan air terjun kedung grenjeng. Semoga niatan baik ini sesegera mungkin bisa terealisasi.

Kedua, pendekatan silaturalam. Kopi Kereng selaku komunitas legal bentukan pemerintah desa, mengajak warga setempat berkesempatan memperoleh pelajaran silaturalam. Semangat dan motivasi peduli kepada alam sepanjang ini hampir mustahil kita jalani. Bahkan pada sekitar 1998 setelah reformasi, kegiatan penjarahan dan perusakan hutan menjadi rutinitas warga desa jukung. Kopi Kereng bermaksud mengajak masyarakat setempat bergotong royong melakukan recovery dan reboisasi terhadap beberapa lahan gundul area menuju kedung grenjeng. Dengan maksud tujuan jangka panjang, agar pasokan air kedung grenjeng bisa tetap terjaga dan keanekaragaman hayati lokasi kedung grenjeng mampu lestari kembali.

Ketiga, selain ajakan memperoleh pelajaran silaturahim dan silaturalam. Komunitas juga tidak enggan-enggan mengajak warga desa jukung melakukan pendekatan silaturruh. Pendekatan silaturruh adalah semacam pelajaran untuk menguri-uri atau mengingat jasa-jasa tokoh masa lalu. Pada kesempatan ini kita ada kesempatan berwisata religi di persemayaman Mbah Kyai Mranggi letaknya persis di atas air terjun. Menurut penuturan warga, Mbah Kyai Mranggi notabene masih kategori wali. Dalam penulisan ini sengaja kami tunjukkan keterangan demikian. Karena konon sewaktu masih sugeng Mbah Kyai Ahmad Syahid Kemadu sering melaksanakan hajatan ziaroh ke persemayaman Mbah Kyai Mranggi.

Inilah skema pendekatan kreatifitas dalam rangka pengembangan lokasi air terjun grenjeng menjadi tujuan wisata. Dapat dimungkinkan kendati warga dan Kopi Kereng sudah bersungguh-sungguh tentu masih terdapat kekurangan-kekurangan. Karena itu saran dan dukungan bersifat membangun dari para pengunjung wisata kedung grenjeng selalu kami harapkan.

*Penulis sebagai Dosen STAIN Kudus

*Tulisan sempat termuat di Jateng Pos pada april 2015

 

Share this Post: